GHotel Syariah serius menjalankan sistem syariah dengan konsisten menjalankan ekonomi Islam. hotel yang beralamatkan diJalan Urip Sumoharjo No 182, Way Halim, Bandar Lampung, kini berkembang pesat dan di minati banyak masyarakat.

Pemilik GHotel Syariah, Hadiyono menjelaskan hotel yang didirikan pada 2012 sejak awal langsung menerapkan konsep syariah dalam oprasionalnya. sebab, dalam setiap kehidupan khususnya dalam setiap kehidupan sepatutnya selalu dapat memegang prinsip keagamaan agar keberkahan turut didapatkan. Saat ini GHotel Syariah memiliki 51 kamar, yaitu kelas Ruby Deluxe, Ruby, Safir dan Zamrud, dengan harga mulai dari Rp. 200.000 – Rp. 400.000.

“Saya langsung menggunakan konsep syariah karena ingin hotel itu menjalankan ajaran – ajaran Islam,” kata Hadiyono, Kamis(17/1). Dia melanjutkan diterapkan saat kedatangan sepasang tamu, hak itu di kontrol dengan memohon keduanya menunjukan kartu identitas. Jika suami-istri, otomatis memiliki alamat yang sama sehingga mendapatkan izin untuk menginap di hotel. Namun, jika tertera alamat yang berbeda, pihaknya tidak dapat memberikan kunci kamar.

Jika kami meyakini tamu bukan keluarga, kami memohon maaf untuk tidak dapat menginap di hotel kami. Kami juga tidak menyediakan minuman beralkohol dan menyediakan dua tempat ibadah khusus pria dan wanita,” ujarnya.

Menurut dia, pada awal beroperasi hotel itu kurang diminati. Dia tetap bertahan dan berkeyakinan dengan prinsip keislaman yang dijunjungnya dapat mendapatkan rezeki sekaligus berkahan. “Saya bertahan 1 sampai 1,5 tahun, kemungkinan pada tahun kedua mulai merasakan hasilnya, saat orang ingin menginap di hotel dengan aman, nyaman, dan harga yang terjangkau, pilihannya hotel syariah,” ujarnya.

Okupansi Tinggi

Dia ngakui kini GHotel Syariah makin dikenal. Bahkan dalam sebulan okupansi mencapai 60%-70%. Dia menambahkan dengan menerapkan prinsip Islam, bisnisnya sejak awal sudah mencegah hal yang melanggar ajaran agama dan untuk kebaikan umat. Sebab, seluruh yang dihasilkan diatas dunia itu akan memiliki pertanggungjawaban.

“Jangan sampai hanya membayar Rp. 200.000 – Rp. 400.000, tetapi untuk berbuat maksiat. Artinya, saya makan uang maksiat dan itu akan diminta pertanggungjawabkan,” Kata dia. Dia menegaskan uang yang dihasilkan dari hasil bisnis harus halal.